Jumat, 13 Juli 2012

Apakah Jaguar Hidup Di Mexico Tengah?

1 komentar


GeoWeek (Waspada, 28 Maret 2010)

Jaguar pernah berkelana dari Argentina ke utara sampai ke Arizona. Namun sejak awal 1900-an, perburuan, penyelundupan dan terpencar-pencarnya sama-sama berperan terhadap berkurangnya kehadiran kucing besar itu di wilayah utara-tengah Amerika Selatan.

Namun, pada 2009, peneliti-peneliti di negara bagian Arizona dan di Mexico mengukuhkan kehadiran jaguar di kedua lokasi berdasarkan foto-foto yang diambil kamera berpengendali jarak jauh dan dari tertangkapnya secara kebetulan hewan itu.

Kamera-kamera di Taman Suaka Alam Sierra Nanchitilia merekam jaguar bepergian di sepanjang lereng pegunungan berketinggian 1.845 meter di atas permukaan laut yang diperkirakan sebagai bagian dari koridor yang digunakan kucing besar itu menghindari aktivitas manusia. Penampakan itu merupakan yang pertama di daerah tengah Mexico dalam seabad. Peneliti-peneliti dari berbagai universitas di Mexico dan Spanyol juga mewawancarai penduduk lokal dan mengumpulkan data lokasi sebaran jaguar dalam upaya memantau pergerakan hewan itu.

Seekor jaguar jantan yang sehat tanpa sengaja tertangkap petugas-petugas perlindungan satwa Arizona yang sedang meneliti singa dan beruang gunung di dekat Tucson. Peristiwa itu memberi kesempatan petugas memasang sabuk pelacak posisi satelit sebelum melepaskannya kembali.

Urutan ketiga terbesar di antara kucing-kucing besar setelah singa dan harimau, jaguar memiliki hubungan dekat dengan macan tutul dan bisa hidup diberbagai tempat, mulai hutan sampai padang rumput. Jaguar memangsa mamalia kecil, juga burung, ikan dan reptil.

Diharapkan data dari dua peristiwa itu akan memberikan lebih banyak informasi berharga tentang kehadiran jaguar di wilayah tersebut dan membantu para peneliti mengambil langkah tepat untuk memastikan kelestarian jaguar.


Copyright © 2010 The New York Times Syndicate
 
Continue reading →

Di Mana Teluk Terbesar di Dunia?

0 komentar


GeoWeek (Kompas, 28 Maret 2010)

Teluk Bengali adalah petak segitiga yang membentuk sudut di timur laut Samudra Hindia dan merupakan teluk terbesar di dunia. Bagian “mahkota”-nya merupakan delta raksasa di mulut Sungai Gangga, yang membentuk batas wilayah dengan Banglades.

Berbatasan dengan India dan Sri Lanka di sebelah barat dan dengan Myanmar serta Kepulauan Andaman-Nicobar di sebelah timur, luas permukaan Teluk Bengali sekitar 2.172.000 kilometer persegi.

Teluk Bengali memiliki ekosistem laut yang terbesar dan paling beragam di dunia. Terumbu karang, muara-muara, dan hutan bakaunya dihuni puluhan spesies burung, ikan, mamalia, moluska, dan penyu. Sementara wilayah pesisirnya kaya dengan sumber minyak, gas alam, dan mutiara.

Titik terdalam Teluk Bengali mencapai 4.694 meter, sedangkan kedalaman rata-ratanya adalah 2.600 meter. Pada Desember 2004, gempa berkekuatan 9,3 skala Richter di pesisir Sumatera memunculkan tsunami yang menewaskan lebih dari 250.000 orang di sekitar Teluk Bengali. Kejadian itu merupakan salah satu bencana alam terburuk sepanjang sejarah.


Copyright © 2010 The New York Times Syndicate
 
Continue reading →

Di Mana Tiupan Angin Terkencang di Dunia?

0 komentar


GeoWeek (Kompas, 21 Maret 2010)

Puncak Gunung Washington, yang berada pada ketinggian 1.916 meter, selama ini dianggap sebagai tempat yang memiliki cuaca terburuk di dunia. Salah satu alasannya, pada 12 April 1934, terekam tiupan angin terkencang dengan kecepatan sekitar 372 kilometer per jam di puncak gunung itu.

Namun, ketika para ahli meteorologi meneliti data cuaca ekstrem dari seluruh dunia pada awal tahun 2010, mereka menemukan tempat yang tiupan anginnya melebihi rekor Gunung Washington yang telah bertahan selama 60 tahun. Rekor baru itu terjadi tahun 1996 ketika topan Olivia menyerang Pulau Burrow, Australia, dengan kecepatan 407 kilometer per jam.

Toh, Gunung Washington tetap memegang rekor cuaca terburuk di dunia karena cuacanya yang ekstrem. Hal itu, antara lain, terlihat saat hujan salju selama 24 jam pada tahun 1964 yang meninggalkan lapisan salju setebal 124,5 cm. Rata-rata temperatur di titik itu adalah minus 3 derajat Celsius dan rata-rata salju turun setiap tahunnya setebal 648,5 cm.

Ekstremnya cuaca di Gunung Washington diakibatkan posisi puncak gunung yang menjadi titik persimpangan badai yang datang dari barat menuju timur Amerika dan Kanada. Apalagi, jajaran gunung di New England ikut berperan “menyalurkan” badai yang bergerak menuju puncak Gunung Washington. Alhasil, ada sekitar 100 hari dalam setahun di mana angin bertiup dengan kekuatan topan di tempat itu.


Copyright © 2010 The New York Times Syndicate
 
Continue reading →

Di Mana Bisa Ditemukan Laba-laba Perajut Sarang Terbesar Di Dunia?

0 komentar


GeoWeek (Waspada, 14 Maret 2010)

Laba-laba berwarna keemasan perajut sarang berpola melingkar hidup di seluruh dunia dan dikenal dengan berbagai nama. Termasuk di antaranya laba-laba hutan raksasa, laba-laba pisang, dan laba-laba tulisan, nama yang diambil dari pola zig-zag yang digunakan sejumlah laba-laba yang membuat sarangnya dengan melingkar.

Laba-laba keemasan terbesar yang membuat sarang melingkar adalah Nephila komaci, satu spesies yang ditemukan saat studi lapangan di Afrika Selatan pada tahun 2007. Spesies itu pertama kali diidentifikasi tujuh tahun sebelumnya oleh para peneliti yang mempelajari koleksi sebuah museum. Laba-laba tersebut adalah anggota baru pertama Nephila yang ditemukan dalam masa lebih dari 120 tahun.

Studi lapangan dilakukan di Taman Gajah Tembe, wilayah rawa-rawa dan hutan berpasir di perbatasan antara Afrika Selatan dan Mozambik. Apa yang ditemukan peneliti tentang laba-laba terbesar perajut sarang melingkar itu sama menariknya seperti kelangkaan laba-laba itu.

Betinanya punya rentang kaki 12 sentimeter, sementara jantannya hanya 2,5 sentimeter. Jumlah yang jantan jauh melebihi betina, mungkin karena jantannya hanya bisa kawin sekali seumur hidup.

Laba-laba jantan menunggu sampai betina berganti kulit sebelum memulai musim kawin. Ketika berganti kulit, betinanya sangat lemah secara fisik, dengan kaki dan tubuh lunak yang membuatnya kurang mampu melawan sang jantan.

Setelah membuahi pasangannya, laba-laba jantan menjadi steril dan lalu menghabiskan hari-harinya untuk menghalangi jantan lain mengganggu ibu calon anak-anaknya.


Copyright © 2010 The New York Times Syndicate
  
Continue reading →

Di Mana Gerakan Hak-hak Sipil AS Dimulai?

0 komentar


GeoWeek (Kompas, 14 Maret 2010)

Sekitar 50 tahun lalu, 2 Februari 1960, empat warga kulit hitam Amerika yang merupakan mahasiswa sebuah perguruan tinggi duduk di sebuah kedai makan siang di Gedung Woolworth, Greensboro, NC. Mereka memesan donat beserta kopi. Namun, pelayan menolak melayani mereka. Penolakan tersebut sama seperti yang terjadi di berbagai fasilitas public lainnya di wilayah selatan Amerika, di mana warga kulit hitam dilarang dilayani. Toh keempat mahasiswa itu menolak pergi dari kedai makan itu.

Sikap yang ditunjukkan mereka, yang kemudian dikenal sebagai “The Greenboro Four” itu, menginspirasi gerakan “aksi duduk” yang kemudian terjadi diberbagai wilayah di tenggara Amerika Serikat. Dalam waktu dua pekan, aksi duduk di kedai-kedai makan siang terjadi di 15 kota. Pada bulan April, aksi duduk menyebar ke 78 kota dan akhir tahun 1960 lebih dari 50.000 orang tergabung dalam demontrasi menuntut persamaan hak. Aksi-aksi duduk tersebut mendorong bergulirnya gerakan hak-hak sipil di AS dan berbagai aksi protes tanpa kekerasan lainnya.

Pada Januari 1961, delapan mahasiswa dan aktivis hak sipil dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena melakukan aksi duduk di sebuah kedai makan siang di Rock Hill, SC. Mereka memilih dipenjara daripada harus membayar denda. Gerakan ini pun menyulut gerakan “Jail, No Bail” di antara para mahasiswa. Aksi penjara ini membuahkan simpati yang semakin besar terhadap gerakan hak-hak sipil dan mengguncang sistem peradilan AS.

Sampai saat ini, kedai makan siang di Greenboro tetap dipelihara keasliannya dan dipamerkan di Museum dan Pusat Hak-hak Sipil yang berlokasi di Gedung FW Woolworth, tempat aksi protes itu pertama kali terjadi tahun 1960.


Copyright © 2010 The New York Times Syndicate
 
Continue reading →